Tab

Jumat, 29 Oktober 2010

Perjalanan part 4

Akhirnya karna paksaan dari dalam diri dan dari dulur-dulur juga, maka saya teruskan nulis beberapa malam yang lalu dan terhenti gara-gara bahan untuk menulis ketinggalan di rumah dan akhirnya siang ini saya bisa melanjutkan dimulai dari ketika pertama kali saya ke Surabaya unuk periksa. Semoga aja bahasanya ngga bulet, hehehehehehe... Bismillahirrahmanirrahim

Keesokan harinya saya berangkat ke Sidoarjo sendiri naik bis dengan tujuan ke rumah kakak perempuan saya di Pondok Chandra. Sekitar jam 22:00 saya sampai di terminal Bungurasih dan dijemput mbak dengan suaminya. Keesokan harinya saya dan kakak pergi ke RSU dr. Sutomo Surabaya berdasarkan rujukan yang saya bawa dari RSUD Kota Probolinggo untuk cek laboratorium Patologi Anatomi dengan nama tes lab fnab. Ternyata saya harus masuk lagi ke poli untuk pengantar ke lab patologi anatomi. Setelah sekian lama saya mengantri, akhirnya sampai pada giliran saya diperiksa. Setelah beberapa kali masuk ruangan periksa, dan di periksa oleh beberapa orang (entah dokter atau masih ppds) dengan model pemeriksaan sama dengan yang sebelumnya saya lakukan di Probolinggo maka saya dikasih surat rujukan lagi untuk tes laboratorium patologi anatomi dr. Sutomo.

Dari poli saya langsung menuju laboratorium yang letaknya masih satu komplek dengan rumah sakit namun dengan jalan kaki ya lumayan jauh. Ternyata sampai di lab ternyata sudah tutup disuruh kembali keesokan harinya. Besok harinya pagi-pagi saya langsung menuju laboratorium untuk mendaftar dan lalngsung mengantri lagi. Setelah lama menunggu akhirnya saya sampai pada giliran saya untuk di tes. Sebelum melakukan tes fnab, ibu dokter yang menangani saya menanyakan beberapa hal berkaitan dengan penyakit saya dan memeriksa sama dengan yang dilakukan dokter-dokter sebelumnya. Sepertinya yang agak penting saya tuliskan ketika beliau bertanya tentang foto penyakit saya, dan beliau bertanya apakah dokter yang memeriksa saya tidak merekomendasikan untuk foto dahulu. Saya jawab saja spontan dengan lugu “tidak ada”. Akhirnya sang dokter meneruskan proses tes fnab dan mnusukkan jarum kecil ke benjolan yang saya derita dua kali dengan lokasi tusukan yang berbeda. Setelah itu saya dipersilahkan dengan ramahnya untuk menunggu lagi di depan. Sekitar 4 jam berlalu akhirnya hasil tes saya keluar juga.
Dengan rasa dag dig dug saya buka amplop hasil tes fnab, dan ternyata banyak sekali tulisan disana hasil dari tes tersebut. Saya cari tulisan yang menunjukkan kesimpulan, dan ternyata saya temukan tulisan

Diagnosa Klinik : Tumor Jaringan Lemak Kesan Jinak

Seketika hati saya merasa lega melihat tulisan jinak, tapi kok didepannya ada tulisan kesan ya? Dan eh ternyata di bawah sendiri ada tambahan juga tulisan

NB : Mohon konfirmasi open biopsi

“weks!!!!...., kok ada tulisan open biopsi?” ,masih timbul tanda Tanya dlm hati saya.

Setelah bertemu kakak saya dan kakak saya melihat hasil tesnya, maka malam harinya kakak memutuskan untuk membawa saya periksa lagi di RS Onkologi (Rumah Sakit khusus Kanker dan Tumor). Disana saya ditangani oleh dokter onkologi atau dokter khusus kanker tumor yang ramah dan baik hati. Dokter mengamati hasil tes fnab saya, memeriksa benjolan yang ada di tangan saya, dan menanyakan apakah sudah di foto. Dua kali saya ditanyakan tentang foto ya tetap saya bilang tidak ada, karena memang saya tidak tahu akan itu. Selama tidak ada perintah dokter untuk apa saya melakukannya, sedangkan saya juga tidak tahu harus foto model apa, apakah close up atau full body hehehehehehe…

Akhirnya dokter memutuskan untuk foto usg melihat seperti apa tumor itu, seberapa dalamkah, dan apakah mengenai otot-otot saya. Dari hasil usg yang dilakukan oleh dokter onkologi, maka beliau mengatakan bahwa tumor yang saya derita cenderung ganas namun Alhamdulillah tidak sampaiu mengenai otot dan tulang. Akhirnya dokter membuatkan catatan untuk diserahkan ke bagian admin sebagai pengantar operasi. Di ruangan itu saya berkonsultasi tentang biaya dan cara-cara operasi yang akan dilakukan. ketika sampai ke bagian yang menerangkan besarnya biaya, karuan saja membuat saya serta kakak terhenyak karena ternyata biaya yang dibutuhkan terbilang mahal bagi rakyat menengah seperti saya.

Setelah saya menceritakan semua hasil lab dan pemeriksaan kepada orang tua dan kakak saya yang pertama, maka kami memutuskan untuk coba mencari jalan lain dulu. Mungkin sudah jalannya yang diberikan Allah, kakak saya yang pertama ingat bahwa tetangganya adalah perawat poli bedah di RSAL dr. Ramelan Surabaya. Akhirnya saya dan kakak kakak saya berkonsultasi dengan tetangga kakak pertama saya yang berprofesi sebagai perawat khusus bedah yang biasa dipanggil ibu Maria atau ibu Prapto kalau dilingkungan tetangga. Lagi-lagi ibu maria mengatakan hal yang sama dengan dokter-dokter yang sudah pernah saya kunjungi, yaitu tumornya dalam dan harus dioperasi di rumah sakit dengan dilakukan bius total. Beliau berkata kalau di RS pemerintah biayanya berkisar 7 – 10 juta-an, dan itupun standart dalam artian tidak terjadi apa-apa dengan proses operasi. Beliau juga menyarankan untuk bertanya dulu ke beberapa rumah sakit pemerintah yang ada di kota Surabaya tenatang besarnya biaya yang dibutuhkan.

Setelah bertemu dengan ibu Maria, saya dengan kakak perempuan saya jalan-jalan ke beberapa RS yang ada di SIdoarjo dan Surabaya. Ternyata setelah mengunjungi beberapa RS, dapat diambil kesimpulan bahwa biaya operasi yang dibutuhkan berkisar 7-10 juta rupiah. Berdasarkan beberapa pertimbangan, maka saya dan keluarga sepakat untuk melakukan operasi di RSAL dr. Ramelan Surabaya.

Waktu itu hari senin tanggal 27 September pertama saya mengunjungi RSAL dan menemui ibu Maria untuk dibantu semua proses operasi dan pengobatannya. Oleh ibu Maria saya diantar menemui dokter yang akan menangani saya yaitu dokter Eka. Dokter Eka yang mempunyai 1 bunga melati di pundak, dan beliau mengatakan bahwa saya harus segera dioperasi dan dilakukan sebelumnya dilakukan beberapa standart pemeriksaan mulai foto scan sampai cek darah untuk operasi. Sejak bertemu dokter Eka itu akhirnya saya tidak boleh makan dan minum lagi untuk keperluan cek lab dan besoknya dilanjutkan puasa untuk persiapan operasi.

Keesokan harinya tanggal 28 September sekitar jam 12 siang saya kembali ke RSAL menemui ibu Maria untuk persiapan operasi. Ternyata dengan pertimbangan biaya, maka operasi saya dilakukan di RS Marinir Gunung Sari Surabaya. Akhirnya sekitar jam 1 siang saya beserta ibu Maria, kedua orang tua, om, dan kakak ipar saya menuju gunung sari. Sesampainya disana saya langsung mengurusi administrasi operasi dan menunggu dokter Eka dating. Nah disinilah baru muncul perasaan aneh di dalam diri saya yang sebelumnya tak pernah sekalipun terlintas dalam otak saya. Di dalam hati muncul pertanyaan dan berandai-andai semisal

“waduh nanti sadar lagi nggak ya?”
“waduh kalo ternyata kebablas tidur ga sadar lagi gimana dan meninggalkan dunia ini”
“padahal belum merasakan menikah ni, kalau mati gimana ya?”


Hahahahahaha…. Ya seperti itu dan banyak lagi ketakutan di dalam hati. Ketika Dokter Eka datang, saya berusaha terlihat tenang namun tak banyak bicara hanya mengangguk saja. Namun ketika saya melihat bapak dan ibu khawatir, maka saya langsung bicara “halah tenang saja apa kata dokter”. Saya mengatakan itu dengan harapan semua tidak resah.
Akhirnya pukul 15:30 tiba juga saat saya masuk ke ruang operasi, dengan tenang saya masuk kamar operasi dan menuruti semua permintaan dokter. Di dalam ruang operasi pertama kali yang dilakukan adalah membuka baju, hehehehehe… setelah buka baju langsung di pasang infuse, dan saya diminta untuk tidur di atas meja operasi. Saya melihat beberapa dokter sudah memakai pakaian serba hijau (pakaian operasi) termasuk ibu Maria disana. Dokter Eka duduk disamping saya dan mencorat coret lengan saya katanya memberikan tanda yang akan di operasi. Setelah itu muncul dokter yang memasang infuse dan beliau menyuntikkan obat kedalam infuse tersebut lalu tiba-tiba saya bermimpi. Entah mimpi apa saya lupa, tapi saya merasa tidur yang sangat nyenyak.
Tiba-tiba saya mendengar suara orang riuh di sekitar namun terasa jauh dan saya merasakan rasa haus yang sangat hebat. Dengan samar-samar, saya merasakan tubuh saya diangkat dan dipindahkan ke tempat yang lain dan di dorong. Saya coba melihat sekeliling, dan pertama yang saya lihat adalah jam dinding waktu itu menunjukkan pukul 18:30. Saya bertanya dalam hati “saya habis ngapain ya???”. Dengan berat saya menoleh kesamping hanya melihat tangan saya di perban, dan saya tidak bisa melihat siapa-siapa hanya mendengar bapak, ibu, dan kakak-kakak saya sedang berbicara namun sepertinya jauh dari tempat saya. Karena mata berat, maka saya tidur lagi namun hanya beberapa menit saya terbangun lagi karena haus. Ternyata semua keluarga saya ada di samping saya, namun karena efek bius yang begitu hebat, maka saya tidak bisa melihat dan mendengarnya dengan jelas. Saya tidak boleh makan ataupun minum sampai 8 jam setelah waktu operasi atau sebelum jam 1 malam. Terasa tersiksa dan tidak bisa bergerak waktu itu menunggu jam 1 malam, dan saya tidak bisa tidur lagi. Akhirnya yang saya ingat adalah Blackberry saya, hehehehe yah daripada jenuh mending saya buat internetan aja. Singkat cerita, sore keesokan harinya saya diijinkan pulang meninggalkan rumah sakit mariner setelah diganti perban dan diperiksa oleh dokter Eka. Ketika mengganti perban, saya kaget ketika saya melihat lengan saya sudah penuh jahitan yang panjang dan besar. Oh ya apa yang terjadi dengan tumor saya? Tumor saya setelakh diangkat lalu disetorkan ke laboratorium Patologi Anatomi untuk diperiksa apa jenis tumornya, dan hari senin baru keluar hasilnya.

(Bersambung lagi biar ga bosen baca kepanjangan…..)
Selengkapnya...

Senin, 11 Oktober 2010

Perajalanan part 3

Nah waktunya saya melanjutkan cerita perjalanan saya dua bulan terahir ini… saya ambil alinea terahir cerita sebelumnya
Saya jawab “wes tenang ae bu, iki ga mungkin tumor. Iyo sesuk tak ndek koncoku sing dokter ben diperikso ben gratis” (sudah tenang aja ibu, ini tidak mungkin tumor. Iya besok saya periksa ke teman saya yang dokter biar gratis) hehehehehe mesti gratisan. Ke’esokan harinya saya berangkat ke rumah teman saya yang dokter umum punya nama Ike. Berbekal info dan janjian yang saya buat sebelumnya dengan Ike lewat media chat, maka saya berangkat dengan pede-nya mencari dimana rumah dokter Ike. Padahal 3 tahun  saya berteman dulu waktu sma, tapi tidak tahu dimana rumahnya.
Singkat kata setelah nyasar dan segala macamnya, akhirnya sampai juga di rumah dokter Ike. Dia langsung meminta saya memperlihatkan benjolan yang ada di lengan.  Dia memegang benjolan itu sambil mengamati dan berusaha menggerakkannya kesana kemari. Alhasil ketika tau benjolan itu keras dan padat, dengan dahi sedikit mengkerut dia lalu berkata "ini TUMOR".  Lalu dengan reflek saya menjawab “masa tumor???....”.
Lalu Ike melanjutkan “Sepertinya ini ....... , tapi kok keras yah? Kalau empuk gitu saya berani membedahnya sendiri, tapi kalau keras gini wah saya ga punya alatnya dan saya tidak punya kapasitas untuk itu”
Di dalam hati saya Cuma bisa menjawab “waduh mateng (matang)”…
“Coba besok kita ke dokter spesialis bedah untuk konsultasi” kata Ike.
Saya Cuma bisa tersenyum untuk menyembunyikan kekhawatiran saya, dan berusaha mengalihkan pembicaraan terhadap hal-hal yang lain.
Keesokan harinya menjelang maghrib saya ke pergi ke dokter spesialis bedah di kota saya ditemani ike. Singkat kata ketika masuk ruang periksa, yang dilakukan dokter bedahpun sama dengan yang dilakukan teman saya Ike. Lalu beliau bertanya “sudah berapa lama ini” kata pak dokter.
Saya jawab “kalau muncul ke permukaan sekitar satu setengah bulan yang lalu dok”
Lalu beliau bertanya beberapa macam pertanyaan dan akhirnya pak dokter menjelaskan,
“ini Tumor dan harus segera dioperasi lalu di teliti jenis tumornya baru bisa dilakukan pengobatan” kata pak dokter. Lalu beliau melanjutkan penjelasannya dengan panjang lebar dan tindakan yang harus dilakukan beserta kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Saya hanya bisa menjawab iya, iya, dan iya. Teman saya yang dokter juga berusaha menanyakan hal-hal yang mungkin belum saya pahami pada beliau.
Namun pertanyaan yang daritadi mendesak ingin saya tanyakan dan akhirnya terungkapkan adalah “biayanya kira-kira berapa ya dok?”. 
Dokter menjawab “ini biaya biusnya kalau di rs mawar (nama samaran, red. hehehehe) kira-kira 5-6 juta…”
Dahi saya langsung berkerut dan di dalam hati cuma bisa terucap kata “wuiks!!!...”
Rupanya sang dokter menangkap gelagat saya, beliau langsung dengan bijak menjelaskan “ini harus dioperasi di rumah sakit, soalnya tumornya dalam sekali. Kalau bisa digerakkan dan ringan, maka lebih baik  saya operasi sendiri di sini dan bius lokal, kalau ini dibius lokal anda pasti tidak akan kuat dengan rasa sakitnya”, dokter itu pun lalu melanjutkan kalimatnya “bagaimana?...”
Saya akhirnya menjawab “ya saya pikir dulu dan bilang ke orang tua saya dulu dok”
“kalau begitu saya kasih obat dulu saja ya, nanti setelah lebaran kembali lagi kesini untuk menentukan tindakannya” ucap pak dokter.
Selanjutnya dokter itupun menuliskan resep dan menyodorkan kepada saya. Saya pun pergi setelah membayar biaya periksa sekian rupiah. Di perjalanan pulang dari dokter spesialis itu, teman saya dokter ike menjelaskan lebih terperinci apa yang diucapkan dokter tadi. Tapi saya lebih memilih untuk membicarakan hal yang lain, biar masalah ini saya pikir nanti saja dengan keluarga.
Sesampainya di rumah saya menceritakan semua hasil diagnosa dokter spesialis tadi, dan keluarga saya terlihat kaget dan khawatir terutama orang tua saya. Namun dikarenakan sebentar lagi hari raya idul fitri, maka semua tindakan ditunda sampai selesai hari raya.
Singkat cerita, Alhamdulillah hari raya tiba dan keluarga saya berkumpul dengan keluarga besar dari bapak. Biasanya setiap hari raya topiknya tentang mana pacarmu, kapan kamu nikah? Sekarang berganti tentang dimana dokter yang bagus, enaknya ke rumah sakit mana, biasanya habis biaya berapa, dan lain-lain. Yah sdikit miris juga dengan keadaan ini, tak bisa menikmati hari raya seperti biasanya dalam budaya keluarga besar bapak saya. Begitupun dengan suasana dirumah jika ada sanak saudara atau orang silaturahmi ke rumah, topik pembahasan pertama rata-rata adalah tumor dan kepanjangannya. Kira-kira seminggu setelah hari raya, pagi-pagi sekitar jam 7 saya dibangunkan ibu dan disuruh mandi trus sarapan. Saya agak bingung ada apa kok tiba-tiba saya dibangunkan pagi-pagi, ternyata saya diajak ke klinik bedah rumah sakit umum di kotaku.
Singkat kata, setelah menunggu antrian sekian lama di rumah sakit, saya masuk ke ruang periksa. Lagi-lagi benjolan ini di amati oleh dokter spesialis yang dinas di rumah sakit itu dan diamati juga oleh dua orang mungkin dokter muda  atau apalah sebutannya, dipencet-pencet di sekitarnya dan berusaha digerakkan kesana kemari. Setelah selesai, dokterpun berkata untuk dilakukan cek lab fnab di lab patologi anatomi (PA) yang adanya di Jember, Malang, atau Surabaya untuk wilayah Jawa Timur. Hal ini perlu dilakukan  di luar kota karena di kota saya belum ada lab PA. Keluarga saya menyanggupi untuk dilakukan di Surabaya karena kakak saya ada disana.
Keesokan harinya saya berangkat ke Surabaya sendiri naik bis dengan tujuan ke rumah kakak perempuan saya. …
(Bersambung dulu ya kawan… udaranya dingin sekali…)
Selengkapnya...

Sabtu, 09 Oktober 2010

Perjalanan part 2


Sekitar  2 minggu berlalu, saya terkena sakit radang tenggorokan dan badan panas. Wah sakit lagi sakit lagi, benjolan di lengan semakin besar lha kok ditambah radang tenggorokan.  Masih beruntung (dasar orang Jawa, masih aja kata untung) ada seorang perempuan cantik yang sangat menyayangiku dan selalu merawatku di sela-sela kesibukannya bekerja, walaupun cuma 1 jam 2 jam.
Alhasil tanpa sengaja dia tidak sengaja menyentuhku dan karuan saja dengan reflek saya berucap “aduh”. Dengan wajah merengut dan bertanya dia memeriksa lenganku, dan dengan ngomel-ngomel sambil keheranan yang membuat saya jengkel setengah mati dia memaksa saya untuk memeriksakan ke dokter sambil berkata “ini butuh operasi kecil di dokter”. Dasar saya yang pemalas kalau sudah mendengar kata dokter, ya saya cuek saja dah.  Hari berlanjut dan radang tenggorokan saya tidak kunjung sembuh malah semakin parah saja. Beberapa hari menjelang bulan ramadhan, saya tertimpa masalah dengan seseorang yang membuat saya begitu stress dan tertekan dalam kondisi sakit. Alhamdulillah memasuki bulan puasa saya mendapat kabar gembira yaitu event yang saya planingkan dulu goal atau di setujui untuk dilaksanakan mulai hari ke 4 puasa yaitu hari sabtu. Mendengar kabar gembira itu, kondisi saya berangsur membaik dan saya kembali memproduksi kebutuhan event ramadhan yang akan saya kerjakan.
Hari perhari saya lalui dengan normal lagi, dan benjolan di lengan semakin membesar dengan cepat. Sedangkan masalah pribadi saya belum juga terselesaikan malah semakin tidak karuan. Dengan kondisi stress dan sibuk itu akhirnya benjolan itu saya kesampingkan. Nanti setelah event akan saya periksakan ke dokter pikirku saat itu. Menjelang hari raya, tugas saya mengerjakan event terselesaikan dengan baik dan saya bisa pulang atau mudik ke kampung halaman.
Kira-kira seminggu sebelum hari raya saya sudah berada di rumah dan melakukan kegiatan bersantai  dan modar-mandir di dalam rumah seperti biasa jika berada di rumah. Karna udara di kampung saya yang panas, saya buka baju dan duduk ngobrol dengan ibu saya di ruang makan. Ibu saya yang sudah berusia 58 tahun, walaupun tidak memakai kacamata langsung melihat benjolanku.
Beliau kaget dan menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuatku ingin segera pergi jalan-jalan. Ibu bertanya “opo iku ndek lengenmu? Opo’o?” (apa itu di lenganmu? Kenapa?), dan saya menjawab “gak opo-opo, mbuh opo’o, koyoke udun soale panas” (tidak apa-apa, tidak tau kenapa, sepertinya udun karena panas). Ibu saya lanjut berucap “ndi onok udun ga ono motoe? Koyoke tumor iku? Duh iyo, ojo-ojo tumor iku” (mana ada udun tidak ada matanya? Sepertinya tumor itu? Duh iya, jangan-jangan tumor itu). Ibu saya langsung melanjutkan ucapannya “ wes ndang ndek dokter diperiksakno” (sudah cepat kedokter diperiksakan).
Saya jawab “wes tenang ae bu, iki ga mungkin tumor. Iyo sesuk tak ndek koncoku sing dokter ben diperikso ben gratis” (sudah tenang aja ibu, ini tidak mungkin tumor. Iya besok saya periksa ke teman saya yang dokter biar gratis) hehehehehe mesti gratisan. Ke’esokan harinya…
(Bersambung lagi… capek  istirahat dulu hehehehe…)
Selengkapnya...

Jumat, 08 Oktober 2010

Perjalanan part 1


Disini saya ingin menceritakan dan berbagi pengalaman hidup yang saya lewati terkait dengan sesuatu hal yang saya alami sejak lebih dari 2 bulan yang lalu sampai sekarang.
Saya akan memulai dari pekerjaan dan hobi saya menggarap event yang kebetulan hari itu tanggal 25 Juli 2010 saya ada job event di aloon-aloon Jember yaitu event funbike dengan sponsor produk rokok tertentu. Event ini berkelas nasional dan hanya diadakan di 3 kota yaitu Jember dan 2 kota lain di Jawa Tengah. Penggarapan produksi saya kerjakan sendiri sejak H-2 minggu, hari hari mendekati pelaksanaan event semakin sibuk dengan otomatis waktu untuk istirahat semakin  tipis.
Tiba pada tanggal 24 juli, puncak kesibukan dimulai yaitu sejak pagi jam 10 sudah sibuk menyiapkan property yang akan digunakan. Jam 1 siang meeting istilah kerennya bagiku koordinasi tim alias rapat dengan EO induk yaitu EO dari Jakarta serta beberapa talent dan baru selesai jam 3 sore. Setelah itu langsung bagi tugas terutama tim saya sendiri sebagai eksekutor lapangan dalam event ini, dan saya sebagai Project Officer atau koordinator lapangan atau leader eksekutor atau apalah istilahnya langsung menuju venue (lokasi) event untuk mengkoordinir crew (tim dengan tugas yang lebih detail) berkaitan dengan tugas atau jobdist nya yang berjumlah lebih dari 75 orang. Selain mengkoordinir atau briefing kru, saya sendiri juga berkewajiban menseting tempat sesuai dengan  yang telah direncanakan bersama. Kira-kira jam 4 sore, property atau barang atau perlengkapan event mulai berdatangan tanpa henti dan langung di pasang mulai dari panggung, sound system, pagar, property game, tenda dan lain-lain. Pekerjaan mengalir tanpa henti dan tanpa ampun, tenaga dikuras habis demi tercapainya hasil yang maksimal. Sesempurna apapun kita merancang sesuatu pasti masih ada saja yang luput dari perkiraan atau belum terpikirkan, namun setidaknya rencana itu meminimalisir kesalahan dan kekurangan. 
Pekerjaan itu terus mengalir, alhasil pada hari minggu tanggal 25 Juli jam 5 pagi, produksi masih mencapai 97% dari target dan masih ada kekurangan 3%. Kecil sekali prosentase kekurangannya, namun 100% mata dan tubuh saya dan beberapa kawan tim inti belum diistirahatkan sama sekali sejak membuka mata kemarin tanggal 24 Juli. Pukul 05:30 semua pengerjaan produksi dipaksakan untuk beres  dan event segera dimulai. Selanjutnya event berjalan begitu saja mengalir dan Alhamdulillah tidak ada halangan yang berarti walaupun sempat hujan deras saat istirahat siang kurang lebih jam 1 siang. Hujan saat istirahat siang??? Iya benar sekali tidak ada waktu untuk istirahat akhirnya disebabkan sibuk menyelamatkan property dari hujan, sedangkan jam 3 sore event berlanjut lagi. Sip dah jam 3 event berlanjut lagi dan terus berjalan sampai selesai jam 11.00 malam dengan predikat sukses. Evaluasi yang sebelumnya diagendakan oleh Tim dari Jakarta langsung diurungkan terhadap tim saya karena dianggap bagus kerjanya Alhamdulillah. Akhirnya saya dengan tim inti yang dating awal pulang ke kost masing-masing dengan perasaan lega dan tubuh tidak istirahat 2 hari 1 malam.
Hari senin, sekitar jam 10 siang saya baru bangun dari tidur dan langsung mandi. Selesai mandi saya tiduran lagi dan ketika miring terasa ada yang mengganjal di lengan saya dan terasa sakit. Astaghfirullah kenapa ini lengan saya, ucap saya dalam hati waktu itu. Tampak ada benjolan sebesar buah rambutan yang menempel di lengan, terasa sangat nyeri ketika dipegang, dan terasa hangat, Hmmm mungkin udun pikir saya. Akhirnya saya biarkan saja dulu, karna memang saya pemalas untuk datang periksa ke dokter kalu tidak diantar atau ditemani. Akhirnya saya pun hanya menebak itu benjolan apa, belum tahu persisnya.

(bersambung…)
Selengkapnya...

Selasa, 05 Oktober 2010

Share

Kalau siang tadi panas nah sekarang kebalikannya, dingin dan berangin. Maklum memang kotaku disebut kota angin. Daritadi saya muter-muter di blog, mau nulis apa yah????
Terus terang saya tidak terbiasa menulis, kecuali ada pertanyaan atau pernyataan dari seseorang terhadap saya baru bisa mengurai. Berdasarkan hal itu, saya menawarkan kepada kawan blogger atau siapapun untuk share bareng dengan saya seputar Event dan Band Management dengan catatan semampu saya atau berdasarkan pengalaman saya. Sekali lagi saya katakan "share" atau saling berbagi pengalaman dan pengetahuan, karna saya sendiri masih haus akan ilmu dan jauh dari kesempurnaan. Saya sangat senang jika bisa berbagi dengan kawan-kawan dan sekaligus mengisi celah yang belum tertutup dengan berbekal sekelumit perjalanan hidup saya.  Selengkapnya...

JenuH

Siang ini terasa panas dan gerah di kampung kecilku yang terletak di pinggiran kabupaten Probolinggo. Pikiran terasa jenuh karna sudah berhari-hari cuma duduk, tidur, dan klutek-klutek (mondar-mandir dan utak atik sesuatu) di rumah karena baru selesai operasi Tumor yang tumbuh di lengan kiriku dan divonis ganas oleh laboratorium.
Beruntung masih ada laptop butut dan modem usb yang menemani, sehingga masih bisa surfing lah di dunia maya. Namun lama-lama jadi bingung juga, pacebuk udah banyak, tweet juga udah, chat udah bosen juga, jadinya mau buka situs apa lagi atau mau ngapain lagi dengan internet ini yah selain untuk kerja? ceklik sini ceklik sana, akhirnya iseng aku buat blog ini untuk corat coret dan menambah pengetahuan.

Semoga dapat teman yang bermanfaat dan bisa berbagi dengan kawan disini. Terus terang saya tidak suka menulis dan membaca, jadinya kaku dalam menuang kata-kata. Saya mohon maaf jika banyak kesalahan dan keluguan di sini. Selengkapnya...